Oleh : Duski Samad
terbit di Padang Ekspres • Senin, 13/01/2014
Istilah moral, etis, dan budi secara sederhana dipahami sebagai ajaran bersifat universal, dan sudah dikenal manusia sejak manusia mengenal peradaban.
Sejarah menjelaskan bahwa Islam hadir justru mengembalikan kehidupan bermoral yang sudah dipraktikkan umat sebelumnya. Lebih dari itu, ajaran Islam memberikan makna yang lebih kuat dan lebih dalam lagi pada ajaran moral. Ketika moral dimaknai sebagai relasi sosial dalam hubungan kemanusiaan (antropologis), Islam mengisinya dengan ajaran akhlak. Akhlak itu adalah ajaran moral yang diberi nilai dan makna penguatan pada dasar, motif dan tujuan pengabdian pada Sang Pencipta (teologis).
Akhlak menjadi perhatian utama dalam Islam, karena secara aktual, akhlak mewujudkan sikap, perilaku dan gaya hidup yang dapat menempa diri agar terbiasa bersikap, berperilaku dan memiliki gaya hidup yang sesuai aturan yang digariskan Allah. Karena itu, pemahaman tentang kata akhlak dalam pemaknaan sehari-hari sering disejajarkan dengan kata etika dan atau moral yang menunjuk pada penilaian terhadap perilaku dan sikap seseorang terkait dengan orang lain. Namun, etika atau moral tidak bisa disejajarkan dengan pemaknaan akhlak dalam terminologi Islam.
Akhlak merupakan sistem nilai berperilaku yang berlaku universal, tidak temporal atau bersifat lokal, yang didasarkan atas ajaran Islam. Karena itu, ketika Aisyah (istri Nabi) ditanya tentang akhlak Nabi SAW, ia menjawab, bahwa akhlak Nabi SAW adalah Al Quran. Dalam hadits disebutkan bahwa akhlak berkaitan erat dengan kualitas keberimanan seorang muslim. “Muslim yang paling sempurna imannya ialah yang terbaik akhlaknya.” (HR Tirmidzi dan Ahmad). Hadis ini mengungkapkan hal yang sangat penting dalam Islam, adalah akhlak. Selain masalah tauhid dan syariat, akhlak memiliki porsi pembahasan yang sangat luas.
Secara bahasa (etimologi) akhlak terambil dari akar kata khuluk yang berarti tabiat, muruah, kebiasaan, fitrah, atau naluri. Sedangkan secara syar’i, terminologi, seperti diungkapkan Imam Al-Ghazali, akhlak adalah sesuatu yang menggambarkan perilaku seseorang yang terdapat dalam jiwa yang baik, yang darinya ke luar perbuatan secara mudah dan otomatis tanpa terpikir sebelumnya.
Role Model Akhlak
Di antara keluhan orang banyak saat ini adalah tentang sulitnya menjadi role model (contoh nyata) dari orang yang berakhlak baik itu. Sementara itu, disadari bahwa penyakit kerusakan akhlak yang begitu endemik dan mewabah, ibarat penyakit kronis, tentu harus segera dicarikan upaya penanggulanggan, penyehatan dan terapi yang jitu dan mumpuni. Oleh karena itu, perlu ada contoh hidup yang dapat dijadian referensi akhlak agung tersebut.
Berbagai teori, pendapat dan pandangan para ahli tentang perbaikan akhlak prinsipnya baik dan dapat dijadikan alternatif. Namun, yang paling penting disadari dan dipahami bahwa masalah perbaikan akhlak adalah aspek yang luas, komple, rumit tapi mulia. Terapi ad hoc (sebagian dan parsial) tidak dapat menyelesaikan masalah secara lebih baik dan terukur, maka pemikiran dan gerakan yang komprehensif harus dipraktikkan.
Kesulitan menemukan sosok yang benar-benar dikatakan memiliki akhlak mulia pasti dapat diatasi bila Al Quran diyakini sebagai sumber kebenaran oritatif. Secara tegas dan jelas dinukilkan dalam Alquran. Artinya: Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung. (QS Al-Qalam (68);4).
Dalam ayat lain juga diperkuat bahwa Nabi Muhammad SAW adalah teladan terbaik bagi siapa saja memiliki iman dan keyakinan keberagamaan yang baik. Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah. (QS. Al-Ahzab, (33):21)
Menjadikan Rasul Muhammad SAW sebagai uswatun hasanah (role model) adalah dapat ditelisik melalui jejak rekam kehidupannya. Sejak prakelahiran, masa kecil, masa remaja, dan saat dewasa sebelum dipilih Allah menjadi Rasul ia sudah menunjukkan kepribadian dan karakter yang tidak ada tandingannya.
Hidup dalam alam kebobrokan moral dan peradaban jahiliyah, Muhammad kecil dan remaja tidak sedikit jua pun tercemar oleh lingkungan yang tidak kondusif sama sekali. Justru ia hadir menjadi penyelesaian masalah di tengah sengkarut moral, budaya dan peradaban Arab pra-Islam.
Sejarah menceritakan—tak terkecuali sejarah yang ditulis oleh nonmuslim sekalipun—bahwa keberadaan Nabi Muhammad SAW benar-benar luar biasa membenahi sistem moralitas, kebudayaan dan peradaban dari kepunahan menuju keagungan. Kitab suci dengan gamblang kedatangan risalah Islam yang diemban Nabi Muhammad SAW adalah rahmat untuk semesta. Artinya: Dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. (QS. Al-Anbiya’, 21:107).
Wujud nyata rahmatnya Islam adalah penataan moral, budaya dan peradaban lewat contoh dan model bagaimana mestinya hidup berakhlak dapat diterapkan secara totalitas tanpa harus takut menghadapi musuh-musuh yang sengaja merusak moral umat manusia.
Artinya: Dia-lah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar Dia memenangkannya di atas segala agama-agama meskipun orang musyrik membenci.(QS. Ash-Shaah, (61):9)
Strategi Revolusi Moral
Secara tegas dapat dikatakan bahwa kedatangan Muhammad SAW dengan penekanan pada pentingnya hidup berakhlak, telah mengubah corak peradaban bangsa Arab menjadi bangsa terkemuka dan menentukan konstelasi politik dunia selama lebih tujuh abad lamanya.
Kejayaan Islam pada masa sejak awal Islam sampai runtuhnya Daulah Abbasiyah dengan dikalahkan oleh Hulugo Khan tahun 1258 Masehi telah meletakkan model kehidupan bermoral, berbudaya dan berperadaban.
Strategi perubahan moral, budaya dan peradaban yang dilakukan oleh Rasul bersama-sama sekelompok kecil orang-orang bermoral tinggi, cerdas dan berkarakter kuat (assabiqunal awaalun) dipandu oleh ayat-ayat Allah SWT. Artinya: Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka kitab dan Hikmah (As Sunnah). dan Sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata (QS Al-Jumuah (62):2).
Pesan utama yang disarikan dari ayat di atas adalah bahwa strategi penting pembangunan moral adalah fokus pada pencerdasan (gerakan menulis dan membaca), pencerahan batin (hikmah) dan pembinaan karakter. Pendidikan dan karakter adalah cara jitu yang ditunjukan Al Quran untuk menciptakan generasi terbebas dari kesesatan dan penyesatan.
Penerapan pembinaan akhlak mulia melalui pendapingan, kepedulian (care), kesantunan sosial dan penguatan melalui nilai-nilai keilahian adalah strategi utama yang dipraktikkan Nabi Muhammad SAW.
Artinya: Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, Amat belas kasihan lagi Penyayang terhadap orang-orang mukmin. Jika mereka berpaling (dari keimanan), Maka Katakanlah: “Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Tuhan selain Dia. hanya kepada-Nya aku bertawakkal dan Dia adalah Tuhan yang memiliki ‘Arsy Yang Agung” (QS. Al-Taubah (9) 128-9).
Strategi berakhlak mulia itu diikuti generasi utama Islam, misalnya Imam Ali bin Abi Thalib sebelum berperang, terlebih dahulu sering melayangkan surat atau sejenis peringatan, dengan cara melakukan dialog tanpa mempermalukan lawan. Slogan waktu itu ialah tidak memulai peperangan sebelum musuh memulainya, tidak membunuh dan mencelakai orang yang terluka, tidak menyerang sampai ke dalam rumah.
Budaya Santun dan Tegas
Strategi penting lainnya yang ditegakkan Rasul Muhammad SAW adalah lewat keserasian dalam meneladankan kesantunan dan ketegasan. Artinya: Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan Dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud [Maksudnya: pada air muka mereka kelihatan keimanan dan kesucian hati mereka].
Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya, maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah Dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar. (QS. Al-Fath, 28:29).
Revolusi akhlak yang dilakukan Rasul berbeda dengan tradisi moral orang berkuasa yang sudah mapan sebelum Islam. Pemilik kuasa, Raja, Pengeran, Sultan Arab ra Islam, penguasa Dinasti Bazantium, Romawi, Parsi dan penguasa lainnya menunjukkan moral berkuasa yang bertindak sewenang dan memperbudak rakyatnya.
Nabi Muhammad SAW justru mengembangkan model menjadi pelayan rakyat. Penguasa bukan dilayani, tetapi melayani. Pimpinan tidaklah untuk memerintah, tapi mengarahkan dan bersama-sama yang dipimpinnnya menyelesaikan kebutuhan dan masalah bersama. Berdirinya Negara Madinah yang menghargai hak-hak semua agama, semua warga bangsa, memberikan tanggung jawab bersama dan hak-hak sipil lainnya lewat satu kontrak bersama yang dikenal dengan al-misaq al-madinah (Piagam Madinah) adalah buah dari revolusi akhlak yang dibangun selama lebih kurang sebelas tahun dihitung sejak awal hijrah.
Akhirnya dapat disimpulkan bahwa revolusi moral, akhlak, budaya dan peradaban yang dilakukan Nabi Muhammad SAW lebih 15 abad lalu amat sangat patut untuk diberi energi baru kembali. Kegalauan dan kehebohan sosial, politik, dan kebudayaan yang begitu deras arusnya di era digital ini harus diarahkan pada saluran yang benar dan baik. Keruntuhan moral, akhlak, budaya dan peradaban bangsa dan umat adalah virus endemik yang segera mematikan jika tidak cepat dibasmi. Menggali spirit Maulid Nabi Muhammad SAW, diharapkan dapat meneguhkan keyakinan bahwa role model akhlak mulia adalah Muhammad SAW. Semoga akhlak, budaya dan peradaban terus mendapat prioritas dalam semua sisi pembangunan bangsa. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar