Rabu, 15 Januari 2014

Maulid dan Revolusi Moral

Oleh : Duski Samad

terbit di Padang Ekspres • Senin, 13/01/2014
Duski Samad
Misi kerasulan yang diemban Nabi Muhammad SAW pada prinsipnya adalah menegakkan kehidu­pan bermoral, berbudaya dan berperadaban bagi se­luruh umat manusia. Konsep moral yang dipakai da­lam bahasa sehari-hari adalah dalam artian peri­laku, style, gaya hidup, dan ke­biasaan hidup yang bera­da dalam tatanan sosial yang baik, saling menghargai dan me­m­berikan penghargaan ter­hadap manusia dan ke­ma­nusiaan.

Istilah moral, etis, dan budi secara sederhana di­pahami sebagai ajaran ber­si­fat universal, dan sudah di­ke­­nal manusia sejak ma­nu­sia mengenal peradaban.
Sejarah menjelaskan bah­­­wa Islam hadir justru mengembalikan kehidu­pan bermoral yang sudah dipraktikkan umat sebe­lum­­nya. Lebih dari itu, ajaran Islam memberikan mak­­na yang lebih kuat dan lebih dalam lagi pada aja­ran moral. Ketika moral dimaknai sebagai relasi sosial dalam hubungan kemanusiaan (antro­po­logis),  Islam mengisinya dengan ajaran akhlak. Akh­lak itu adalah ajaran moral yang diberi nilai dan makna penguatan pada dasar, motif dan tujuan penga­b­dian pada Sang Pencipta (teologis).


Akhlak menjadi perhatian uta­ma dalam Islam, karena se­cara aktual, akhlak mewu­jud­kan sikap, perilaku dan gaya hidup yang dapat menempa diri agar terbiasa bersikap, ber­pe­ri­laku dan memiliki gaya hi­dup yang sesuai aturan yang di­gariskan Allah. Karena itu, pe­mahaman tentang kata akh­lak da­lam pemaknaan sehari-hari se­ring disejajarkan dengan kata eti­ka dan atau moral yang me­nunjuk pada penilaian terha­dap perilaku dan sikap sese­orang terkait dengan orang lain. Namun, etika atau moral tidak bisa disejajarkan dengan pe­mak­naan akhlak dalam termi­no­logi Islam.

Akhlak merupakan sistem ni­lai berperilaku yang berlaku uni­versal, tidak temporal atau ber­sifat lokal, yang didasarkan atas ajaran Islam. Karena itu, ke­tika Aisyah (istri Nabi) dita­nya tentang akhlak Nabi SAW, ia men­jawab, bahwa akhlak Nabi SAW adalah Al Quran. Dalam hadits disebutkan bahwa akh­lak berkaitan erat dengan kua­litas keberimanan  seorang mu­slim.  “Muslim yang paling sem­purna imannya ialah yang ter­baik akhlaknya.” (HR Tir­midzi dan Ahmad). Hadis ini meng­ung­­­kapkan hal yang sangat pen­­ting dalam Islam, adalah akh­­lak. Selain masalah tauhid dan sya­riat, akhlak memiliki por­si pem­bahasan yang sangat luas.

Secara bahasa (etimologi) akh­lak terambil dari akar kata khu­luk yang berarti tabiat, mu­ruah, kebiasaan, fitrah, atau na­luri. Sedangkan secara syar’i, ter­­­minologi, seperti di­ung­kap­kan Imam Al-Ghazali, akhlak ada­­lah sesuatu yang meng­gam­barkan perilaku seseorang yang terdapat dalam jiwa yang baik, yang darinya ke luar per­bua­tan secara mudah dan otomatis tanpa terpikir sebelumnya.

Role Model Akhlak
Di antara keluhan orang ba­nyak saat ini adalah tentang su­lit­nya menjadi role model (con­toh nyata) dari orang yang ber­akhlak baik itu. Sementara itu, di­sadari bahwa penyakit keru­sa­kan akhlak yang begitu en­de­mik dan mewabah, ibarat pe­nya­­kit kronis, tentu harus se­gera dicarikan upaya penang­gulanggan, penyehatan dan te­rapi yang jitu dan mumpuni. Oleh karena itu, perlu ada con­to­h hidup yang dapat di­jadian referensi akhlak agung tersebut.

Berbagai teori, pendapat dan pandangan para ahli ten­tang perbaikan akhlak prin­sip­nya baik dan dapat dijadikan al­te­r­natif. Namun, yang paling pen­­ting disadari dan dipahami bah­wa masalah perbaikan akhlak adalah aspek yang luas, kom­ple, rumit tapi mulia. Tera­pi ad hoc (sebagian dan parsial) ti­dak dapat menyelesaikan ma­sa­lah secara lebih baik dan ter­ukur, maka pemikiran dan ge­rakan yang komprehensif harus dipraktikkan.

Kesulitan menemukan so­sok yang benar-benar dika­ta­kan memiliki akhlak mulia pas­ti dapat diatasi bila Al Quran di­ya­kini sebagai sumber kebe­na­ran oritatif. Secara tegas dan je­las dinukilkan dalam Alquran. Ar­tinya: Dan Sesungguhnya ka­mu benar-benar berbudi pe­ker­ti yang agung. (QS Al-Qalam (68);4).

Dalam ayat lain juga diper­kuat bahwa Nabi Muhammad SAW adalah teladan terbaik bagi siapa saja memiliki iman dan keyakinan keberagamaan yang baik. Artinya: Sesung­guh­nya telah ada pada (diri) Rasu­lullah itu suri teladan yang baik ba­gimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah. (QS. Al-Ahzab, (33):21)

Menjadikan Rasul Muham­mad SAW sebagai uswatun ha­sa­nah (role model) adalah da­pat ditelisik melalui jejak re­kam ke­hidupannya. Sejak pra­ke­lahi­ran, masa kecil, masa re­ma­ja, dan saat dewasa sebe­lum di­pilih Allah menjadi Rasul ia su­dah menunjukkan kepri­badian dan karakter yang tidak ada tandingannya.

Hidup dalam alam kebo­brokan moral dan pera­daban ja­h­iliyah, Muhammad kecil dan re­maja tidak sedikit jua pun ter­cemar oleh lingkungan yang ti­dak kondusif sama sekali. Jus­tru ia hadir menjadi pe­nyelesaian ma­salah di tengah sengkarut mo­ral, budaya dan peradaban Arab pra-Islam.

Sejarah menceritakan—tak ter­kecuali sejarah yang ditulis oleh nonmuslim sekalipun—bah­wa keberadaan Nabi Mu­ham­mad SAW benar-benar luar bia­sa membenahi sistem mo­ra­litas, kebudayaan dan pera­da­ban dari kepunahan menu­ju ke­agungan. Kitab suci dengan gam­blang kedatangan risalah Islam yang diemban Nabi Mu­ham­mad SAW adalah rahmat untuk semesta. Artinya: Dan Tiadalah Kami mengutus ka­mu, melainkan untuk (men­jadi) rahmat bagi semesta alam. (QS. Al-Anbiya’, 21:107).

Wujud nyata rahmatnya Islam adalah penataan moral, bu­daya dan peradaban lewat con­toh dan model bagaimana mes­ti­nya hidup berakhlak da­pat di­te­rapkan secara tota­lit­as tan­pa ha­rus takut menghadapi mu­suh-musuh yang sengaja me­rusak moral umat manusia.

Artinya: Dia-lah yang me­ngutus Rasul-Nya dengan mem­bawa petunjuk dan agam­a yang be­nar agar Dia meme­nang­kannya di atas segala aga­ma-agama meskipun orang musyrik membenci.(QS. Ash-Shaah, (61):9)

Strategi Revolusi Moral
Secara tegas dapat dika­takan bahwa kedatangan Mu­ham­mad SAW dengan pene­ka­nan pada pentingnya hidup ber­akhlak, telah mengubah co­rak peradaban bangsa Arab men­jadi bangsa terkemuka dan me­nentukan konstelasi politik du­nia selama lebih tujuh abad lamanya.

Kejayaan Islam pada masa se­jak awal Islam sampai run­tuh­­­nya Daulah Abbasiyah de­ngan dikalahkan oleh Hulugo Khan tahun 1258 Masehi telah me­letakkan model kehidupan ber­­moral, berbudaya dan ber­per­adaban.

Strategi perubahan moral, budaya dan peradaban yang dilakukan oleh Rasul bersama-sama sekelompok kecil orang-orang bermoral tinggi, cerdas dan berkarakter kuat (assabi­qu­nal awaalun) dipandu oleh ayat-ayat Allah SWT. Artinya: Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang mem­bacakan ayat-ayat-Nya ke­pada mereka, mensucikan me­reka dan mengajarkan mere­ka kitab dan Hikmah (As Sunnah). dan Sesungguhnya mereka se­be­lumnya benar-benar dalam ke­sesatan yang nyata (QS Al-Jumuah (62):2).

Pesan utama yang disarikan dari ayat di atas adalah bahwa strategi penting pembangunan mo­ral adalah fokus pada pen­cer­dasan (gerakan menulis dan membaca), pencerahan batin (hik­mah) dan pembinaan ka­rak­ter. Pendidikan dan karakter adalah cara jitu yang ditunjukan Al Quran untuk menciptakan ge­n­erasi terbebas dari kese­sa­tan dan penyesatan.

Penerapan pembinaan akh­lak mulia melalui penda­pingan, ke­pedulian (care), kesantunan so­sial dan penguatan melalui ni­lai-nilai keilahian adalah stra­tegi utama yang dipraktikkan Nabi Muhammad SAW.

Artinya: Sungguh telah da­tang kepadamu seorang Ra­sul dari kaummu sendiri, berat te­rasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keima­nan dan keselamatan) bagimu, Amat belas kasihan lagi Pe­nya­yang terhadap orang-orang mu­kmin. Jika mereka berpaling (da­ri keimanan), Maka Kata­kan­lah: “Cukuplah Allah bagi­ku; tidak ada Tuhan selain Dia. ha­nya kepada-Nya aku berta­wak­kal dan Dia adalah Tuhan yang memiliki ‘Arsy Yang Agung” (QS. Al-Taubah (9) 128-9).

Strategi berakhlak mulia itu di­ikuti generasi utama Islam, mi­salnya Imam Ali bin Abi Tha­lib sebelum berperang, terle­bih da­hulu sering melayangkan su­rat atau sejenis peringatan, de­ngan cara melakukan dialog tan­pa mempermalukan lawan. Slo­gan waktu itu ialah tidak me­mulai peperangan sebelum mu­­suh memulainya, tidak mem­­bunuh dan mencelakai orang yang terluka, tidak me­nye­­­rang sampai ke dalam ru­mah.

Budaya Santun dan Tegas
Strategi penting lainnya yang ditegakkan Rasul Muham­mad SAW adalah lewat kese­ra­sian dalam meneladankan ke­san­tunan dan ketegasan. Ar­ti­nya: Muhammad itu adalah utu­san Allah dan orang-orang yang bersama dengan Dia ada­lah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku’ dan sujud men­cari karunia Allah dan keri­dhaan-Nya, tanda-tanda me­reka tampak pada muka mere­ka dari bekas sujud [Maksud­nya: pada air muka mereka ke­lihatan keimanan dan kesu­cian hati mereka].
Demikianlah sifat-sifat me­re­ka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu se­perti tanaman yang me­nge­luarkan tunasnya, maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah Dia dan tegak lurus di atas pokok­nya; tanaman itu menye­nang­kan hati penanam-pena­nam­nya karena Allah hen­dak men­jeng­kelkan hati orang-orang ka­fir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah men­janji­kan kepada orang-orang yang ber­iman dan mengerjakan amal yang saleh di antara me­reka ampunan dan pahala yang besar. (QS. Al-Fath, 28:29).

Revolusi akhlak yang dila­ku­­kan Rasul berbeda dengan tra­disi moral orang berkuasa yang sudah mapan sebelum Islam. Pemilik kuasa, Raja, Pe­nge­ran, Sultan Arab ra Islam, pe­­nguasa Dinasti Bazantium, Ro­mawi, Parsi dan penguasa lain­nya me­nunjukkan moral ber­kuasa yang bertindak se­wenang dan mem­perbudak rakyatnya.

Nabi Muhammad SAW jus­tru mengembangkan model men­jadi pelayan rakyat. Pe­ngua­sa bukan dilayani, tetapi me­layani. Pimpinan tidaklah un­tuk memerintah, tapi me­ngarahkan dan bersama-sama yang dipimpinnnya menyele­sai­kan kebutuhan dan masalah ber­sama. Berdirinya Negara Ma­dinah yang menghargai hak-hak semua agama, semua war­ga bangsa, memberikan tang­gung jawab bersama dan hak-hak sipil lainnya lewat satu kon­trak bersama yang dikenal de­ngan al-misaq al-madinah (Pia­­gam Madinah) adalah buah da­ri revolusi akhlak yang diba­ngun selama lebih kurang sebe­las tahun dihitung sejak awal hijrah.

Akhirnya dapat disim­pul­kan bahwa revolusi moral, ak­h­lak, bu­daya dan peradaban yang di­lakukan Nabi Muhammad SAW lebih 15 abad lalu amat sa­ngat patut untuk diberi energi ba­ru kem­bali. Kegalauan dan ke­he­bo­han sosial, politik, dan ke­bu­da­y­aan yang begitu deras arus­nya di era digital ini harus di­arah­kan pada saluran yang be­nar dan baik. Keruntuhan moral, akhlak, budaya dan per­ada­ban bangsa dan umat adalah vi­rus en­demik yang segera me­mati­kan jika tidak cepat dibas­mi. Meng­gali spirit Maulid Nabi Mu­hammad SAW, diharapkan da­pat meneguhkan keyakinan bah­­wa role model akhlak mulia adalah Muhammad SAW. Se­mo­ga akhlak, budaya dan per­ada­ban terus mendapat prio­ritas dalam semua sisi pem­ba­ngunan bangsa. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar