Oleh : Duski Samad
Ketua DPD PERTI Sumbar
Terbit di Padang Ekspres • Sabtu, 11/05/2013
Dan tatkala
Dia cukup dewasa Kami berikan kepadanya Hikmah dan ilmu. Demikianlah
Kami memberi Balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. (QS. Yusuf, (12):22)
Bersamaan dengan kemajuan
kebudayaan dan teknologi yang dibawa oleh modernisasi, ternyata virus
kemiskinan, ketidaktahuan dan keterbelakangan peradaban juga tumbuh
menggerogoti hasil kemajuan yang telah dicapai itu.
Ilmuwan yang seharus
mencerdaskan dan mencerahkan masyarakat, justru dalam banyak kejadian
menjadikan tokoh yang terlibat dalam kasus-kasus pembodohan dan
pengaburan nilai. Betapa bapak para ilmuwan yang menjadi kaki tangan
asing menjual ide cerdasnya untuk kepentingan sekian jumlah uang.
Kejujuran ilmiah yang menjadi ciri khas dan keunggulan yang dimiliki
kaum intelektual tercemar oleh perilaku segelintir ilmuwan yang
melakukan tindakan tercela penjiplakan, plagiat dan segala modus
operandi mengambil hak cipta karya ilmiah orang lain secara tidak sah.
Tidak kalah tertinggalnya peradaban bangsa ini disebabkan oleh tumpulnya
ketajaman pena dan kepiawaian kaum intelektual. Terbatasnya kaum
intelektual yang peduli (care) pada masalah sosial dan kemasyarakatan adalah indikator banyak cendikiawan status quo dan menara gading, yang justru menjadi beban sosial.
Pemimpin formal, informal dan non-formal yang dalam peradaban modern adalah pengerak utama (key point) kemajuan,
justru banyak yang tidak melakukan tugas kepemimpinannya. Pejabat yang
mengunakan fasilitas negara dengan seenak hatinya, lalu mengabaikan
tugas pokoknya adalah bentuk nyata dari mereka yang memiliki mental
tertinggal peradaban. Bersamaan dengan itu, pemilik modal atau
orang-orang kaya membohongi diri dengan mendustai pajak, tidak membayar
zakat dan acuh pada penderitaan kaum papa sekitarnya.
Ketertinggalan peradaban juga
dapat diamati dalam relasi sosial antar anggota masyarakat yang dengan
mudah melanggar aturan umum. Tingginya angka pelanggaran lalu lintas di
jalan raya adalah salah bentuk lemah peradaban bangsa ini. Tempat-tempat
umum, seperti terminal, pasar dan jalan-jalan raya yang teratur dan
dapat berfungsi sebagaimana mestinya, adalah pertanda tinggi
peradaban bangsa itu.
Mengembalikan Peradaban
Peradaban mulia dan terhormat
adalah dambaan hidup sejati. Keterpurukan peradaban yang disebabkan
oleh kelalaian menjaga hikmah harus segara dibangkitkan. Hikmah adalah
kejernihan, kedalaman dan ketajaman pikiran dalam menilai aturan dan
sistem sosial yang ada. Secara prinsip, aturan, undang-undang dan
tradisi adalah rambu-rambu kolektif untuk menuju kebaikan hidup. Hikmah
tidak akan muncul dari pikiran sempit dan jiwa kasar. Hikmah adalah
hiasan diri orang berilmu.
Tindakan main hakim sendiri,
mau menang sendiri, tak mau bersabar, mental menerabas, suka
mencari-cari dan mengorek kesalahan orang lain, arogansi dan tindakan
tidak terpuji lainnya, pada dasar muncul karena miskinnya sifat
hikmah. Pertimbangan jernih, mendalam dan menggunakan akal sehat adalah
cara efektif menumbuhkan sikap hikmah.
Perangkat kedua untuk
membebaskan diri dari keterbelakangan peradaban adalah mengembangkan
dan menumbuhkan tradisi belajar dan mengajar. Ilmu yang bisa
mengantarkan manusia menjadi berbudaya dan berperadaban tinggi. Tradisi
dan style hidup dari orang-orang yang didasarkan pada ilmu
akan berbeda dengan mereka yang mendasarkan hidup pada materialisme dan
hedonisme. Gaya hidup orang-orang (ilmuan dan cendikiawan) lebih
mendahulukan nilai dan makna, lain halnya kaum materialis dan hedonis
mereka lebih menampakkan pada penguasaan materi dan kepuasaan badani.
Pemilik ilmu akan senantiasa menjadikan ilmu sebagai pijakan utama
dalam setiap keputusan dan tindakan yang akan dilakukan, sedangkan
pemilik harta dan kekuasaan mudah terjebak pada pertimbangan
pragmatis.
Peradaban akan terus
tertinggal, bahkan bisa menjadi terbelakang, bila kesadaran akan
pentingnya ilmu terabaikan. Krisis pendidikan dan ketidakbenaran dalam
pengelolaan pendidikan adalah bencana sosial yang akan menghancurkan
bangunan budaya dan peradaban bangsa. Siapa pun harus ambil bagian
dalam pengembangan pendidikan dan gerakan pemasyarakatan ilmu dalam
segala bidang kehidupan. Mitos, takhyul dan sikap hidup yang tidak
berdasarkan ilmu adalah musuh kaum ilmuwan yang harus diberantas.
Pencerdasan dan pencerahan dalam segala sisi kehidupan adalah agenda
semua orang.
Sisi lain yang harus dikejar
untuk mengembalikan peradaban adalah meningkatkan motivasi, inspirasi
dan aksi untuk kebaikan. Kebaikan semakna dengan kata “ihsan”. Ihsan
adalah kebaikan lebih. Kebaikan yang asli luar dan dalam. Kebaikan tanpa
pamrih dan motivasi tertentu. Kebaikan murni dan jernih adalah kunci
untuk tegaknya peradaban yang baik. Tanpa kebaikan sejati, sulit
mewujudkan kebaikan yang bermakna. Ketika kepentingan bermain maka
disaat itu kebaikan bisa menjadi sumir. Banyak orang berjuang pada
awalnya dengan tujuan kebaikan, lalu di tengah jalan dibelokkan oleh
kepentingan tertentu.
Sebagai bahagian akhir dapat
disimpulkan bahwa untuk menjemput ketertinggalan peradaban maka perlu
dilakukan upaya serius dengan merevitalisasi gerakan pencerdasan
hikmah, pengembangan ilmu pengetahuan dan pembiasaan nilai-nilai
kebaikan. Semoga dengan hikmah, ilmu dan ihsan peradaban dapat maju dan
berkembang pesat. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar