Jumat, 10 Mei 2013

Keterbelakangan Peradaban

Oleh : Duski Samad
Ketua DPD PERTI Sumbar

Terbit di Padang Ekspres • Sabtu, 11/05/2013

Dan tatkala Dia cukup dewasa Kami berikan kepa­danya Hikmah dan ilmu. Demikianlah Kami memberi Balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. (QS. Yu­suf, (12):22)

Bersamaan dengan ke­majuan kebudayaan dan tek­nologi yang dibawa oleh mo­dernisasi, ternyata virus ke­miskinan, ketidaktahuan dan keterbelakangan peradaban juga tumbuh meng­gerogoti hasil kemajuan yang telah dicapai itu.

Ilmuwan yang seharus mencer­daskan dan mencerahkan masyarakat, justru dalam banyak kejadian menja­dikan tokoh yang terlibat dalam kasus-kasus pembodohan dan pengaburan nilai. Betapa bapak para ilmuwan yang menjadi kaki tangan asing menjual ide cerdasnya untuk kepentingan sekian jumlah uang. Kejujuran ilmiah yang menjadi ciri khas dan keunggulan yang dimiliki kaum intelektual tercemar oleh perilaku segelintir ilmuwan yang melakukan tindakan tercela penjip­lakan, plagiat dan segala modus operandi mengambil hak cipta karya ilmiah orang lain secara tidak sah. Tidak kalah tertinggalnya peradaban bangsa ini disebabkan oleh tumpulnya ketaja­man pena dan kepiawaian kaum intelek­tual. Terbatasnya kaum intelektual yang peduli (care) pada masalah sosial dan kemasyarakatan adalah indikator banyak cendikiawan status quo dan menara gading, yang justru menjadi beban sosial.    


Pemimpin formal, informal dan non-formal yang dalam peradaban modern adalah pengerak utama (key point) kemajuan, justru banyak yang tidak melakukan tugas kepemim­pinannya. Pejabat yang mengunakan fasilitas negara dengan seenak hatinya, lalu mengabaikan tugas pokoknya adalah bentuk nyata dari mereka yang memiliki mental tertinggal peradaban. Bersamaan dengan itu, pemilik modal atau orang-orang kaya membohongi diri dengan mendustai pajak, tidak membayar zakat dan acuh pada pen­deritaan kaum papa sekitarnya.

Ketertinggalan peradaban juga dapat diamati dalam relasi sosial antar anggota masyarakat yang dengan mudah melanggar aturan umum. Tingginya angka pelanggaran lalu lintas di jalan raya adalah salah bentuk lemah peradaban bangsa ini. Tempat-tempat umum, seperti terminal, pasar dan jalan-jalan raya yang teratur dan dapat berfungsi sebagaimana mes­tinya, adalah per­tanda tinggi per­adaban bangsa itu.

Mengembalikan Peradaban

Peradaban mulia dan terhormat adalah dambaan hidup sejati. Keter­purukan peradaban yang disebabkan oleh kelalaian menjaga hikmah harus segara dibangkitkan. Hikmah adalah kejernihan, kedalaman dan ketajaman pikiran dalam menilai aturan dan sistem sosial yang ada. Secara prinsip, aturan, undang-undang dan tradisi adalah rambu-rambu kolektif untuk menuju kebaikan hidup. Hikmah tidak akan muncul dari pikiran sempit dan jiwa kasar. Hikmah adalah hiasan diri orang berilmu.

Tin­dakan main hakim sendiri, mau me­nang sendiri, tak mau bersabar, mental menerabas, suka mencari-cari dan mengorek kesalahan orang lain, aro­gansi dan tindakan tidak terpuji lain­nya, pada dasar muncul karena mis­kinnya sifat hikmah. Pertimbangan jer­nih, mendalam dan menggunakan akal sehat adalah cara efektif me­num­buhkan sikap hikmah.      

Perangkat kedua untuk membe­baskan diri dari keterbelakangan peradaban adalah mengembangkan dan menumbuhkan tradisi belajar dan mengajar. Ilmu yang bisa mengan­tarkan manusia menjadi berbudaya dan berperadaban tinggi. Tradisi dan style hidup dari orang-orang yang didasarkan pada ilmu akan berbeda dengan mereka yang mendasarkan hidup pada materialisme dan hedo­nisme. Gaya hidup orang-orang (ilmuan dan cendikiawan) lebih mendahulukan nilai dan makna, lain halnya kaum materialis dan hedonis mereka lebih menampakkan pada penguasaan materi dan kepuasaan badani. Pemilik ilmu akan senan­tiasa menjadikan ilmu sebagai pija­kan utama dalam setiap keputusan dan tindakan yang akan dilakukan, se­dangkan pemilik harta dan kekua­saan mudah terjebak pada pertim­bangan pragmatis.

Peradaban akan terus tertinggal, bahkan bisa menjadi terbelakang, bila kesadaran akan pentingnya ilmu terabaikan. Krisis pendidikan dan ketidakbenaran dalam pengelolaan pendidikan adalah bencana sosial yang akan menghancurkan bangu­nan budaya dan peradaban bangsa. Siapa pun harus ambil bagian dalam pengembangan pendidikan dan gerakan pemasyarakatan ilmu da­lam segala bidang kehidupan. Mitos, takhyul dan sikap hidup yang tidak berdasarkan ilmu adalah musuh kaum ilmuwan yang harus dibe­rantas. Pencerdasan dan pencerahan dalam segala sisi kehidupan adalah agenda semua orang.

Sisi lain yang harus dikejar untuk mengembalikan peradaban adalah meningkatkan motivasi, inspirasi dan aksi untuk kebaikan. Kebaikan semakna dengan kata “ihsan”. Ihsan adalah kebaikan lebih. Kebaikan yang asli luar dan dalam. Kebaikan tanpa pamrih dan motivasi tertentu. Kebaikan murni dan jernih adalah kunci untuk tegaknya peradaban yang baik. Tanpa kebaikan sejati, sulit mewujudkan kebaikan yang bermakna. Ketika kepentingan bermain maka disaat itu kebaikan bisa menjadi sumir. Banyak orang berjuang pada awalnya dengan tujuan kebaikan, lalu di tengah jalan dibelokkan oleh kepentingan te­r­tentu.    

Sebagai bahagian akhir dapat disimpulkan bahwa untuk men­jemput ketertinggalan peradaban maka perlu dilakukan upaya serius dengan me­revitalisasi gerakan pen­cer­dasan hikmah, pengembangan ilmu penge­tahuan dan pembiasaan nilai-nilai kebaikan. Semoga dengan hik­mah, ilmu dan ihsan peradaban dapat maju dan berkembang pesat. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar