Jumat, 19 April 2013

Menakar Modal Pemimpin

Oleh: Prpf. Dr. Duski SamadTuanku Mudo, M.Ag
Ketua DPD Perti Sumbar 

TAHUN ini para pengamat sering menyebut sebagai tahun politik. Mendiskusikan politik ber­kaitan erat dengan kekuasaan. Kekuasaan akan dapat berja­lan efektif bila dipegang pe­mim­pin memiliki modal kuat dalam kepemim­pinannya. Pembicaraan soal pe­mimpin dan kepemimpinan pada 2013 dan 2014 mendatang akan terus bergulir, dan menjadi hangat di berbagai level ma­syarakat. Fokus opini cukup santer dibahas adalah modal dimiliki dan siap disalurkan untuk merebut satu posisi pemimpin. Ada malah ko­men­tar di warung-warung bahwa hanya mereka pu­nya modal—punya material atau uang banyak—bisa eksis dan memperoleh kesempatan memperebutkan kursi kepimpinan di negeri yang tengah mengidap demam demokrasi prosedural ini.

Lebih sedih lagi, pola pikir keliru semacam ini dipelesetkan pula secara enteng oleh mereka yang tidak peduli kerusakan moral, apa salahnya kita terima uang orang, bukankah kelak mereka juga akan mendapat uang dari jabatannya. Budaya mentransfer kebiasaan korupsi adalah perbuatan tercela dan tidak pantas. Dampak lanjutan dari sikap permisif tentang perlunya modal uang oleh seorang pemimpin adalah melahirkan sikap anomali dan oportunis alias munafik dari masyarakat, bahkan tokoh masyarakat sekalipun ada terjangkiti virus menyimpang itu.


Padahal dalam konteks sesungguhnya, modal pemimpin bukanlah uang atau material semata. Uang atau material hanya modal pendukung. Sejarah para nabi menunjukkan keberhasilan mereka bukanlah disebabkan kekuatan material yang mereka hambur-hamburkan, bahkan sejarah membuktikan pula pemimpin sukses adalah mereka miskin modal uang namun kaya modal nonmaterial. Untuk menakar berapa dan seperti apa modal harus dipunyai pemimpin, sejarah kepemimpinan Nabi dapat dijadikan tolok ukur.

Nabi Musa AS, misalnya. Keangkuhan dan kearoganan Fir’aun yang dikisahkan beberapa kali dalam Al Quran sama sekali tidak menciutkan nyali kepemimpinan Nabi Musa. Ketika Allah SWT memberikan instruksi berupa wahyu agar segera mengambil inisiatif dan kerja dakwah untuk menundukkan Fir’aun yang melampaui batas itu, Nabi Musa AS berdoa untuk diberikan  4 modal kepemimpinan. 


Pemimpin Lapang Dada

Lapang dada adalah simbol orang luwes cara berpikir dan tenang dalam bersikap. Lapang dada adalah kesiapan diri menerima berbagai keadaan. Pemimpin lapang dada adalah mereka tidak berpikir sempit dan cepat tersulut emosi menghadapi tingkah polah orang-orang mereka pimpin. Pemimpin lapang dada adalah mereka memiliki kendali kontrol tangguh dan tegas menghadapi situasi sulit. Lapang dada juga dapat dikatakan mereka tidak terjebak pada sikap kecil dan mengelompok pada kotak sempit.

Pemimpin lapang dada akan lebih mengutamakan kepentingan lebih luas dari kepentingan sepihak atau sekelompok orang. Pemimpin lapang dada dapat juga dikatakan mereka lebih mengedepankan sikap negarawan di atas sikap sektarian dan primordialisme.

Nabi dan rasul adalah orang-orang pilihan tak pernah surut dan mundur dalam memperjuangan cita-cita mulia menegakkan kebenaran, sesulit dan serumit apa pun keadaan dideritanya. Rasul dan Nabi sangat terkenal kelapangan dadanya dalam mendakwahkan kebenaran kepada setiap lapisan masyarakat.

Tokoh semacam Bung Hatta adalah pemimpin lapang dada. Bung Hatta dikenal hemat, cermat, berbudi pekerti tinggi dan tetap berjuang bersama bangsa—sampai kuburannya harus bersama rakyat. Kelapangan dada Bung Hatta dikenal luas, ketika Bung Karno tidak lagi dapat sejalan dengannya, melalui cara-cara lapang dada Bung Hatta mengundurkan diri tanpa harus memburuk-burukkan saudaranya.

Hal serupa dapat ditemukan juga pada diri Buya Hamka. Pemenjaraan dilakukan Bung Karno terhadap Buya Hamka tidak membuat beliau menaruh dendam pada Bung Karno. Buya Hamka tetap menjenguk dan ikut menshalatkan Bung Karno saat meninggal. Hampir semua pahlawan bangsa adalah pemimpin lapang dada. Patutlah dicontoh dan dijadikan spirit oleh siapa saja yang menyiapkan diri jadi pemimpin di negeri ini. 

Profesional dan Berkapasitas

Modal utama kedua adalah kemampuan profesional dan kapasitas diri. Urusan kepemimpinan itu jelas tidak mudah dan tidak sederhana. Urusan kepemimpinan itu memerlukan seperangkat kemampuan manajerial dan kemampuan teknis.

Penjenjangan pendidikan (S-1, S-2 dan S-3) dapat menjadi tolok ukur kemampuan profesionalitas seseorang. Begitu juga pengalaman hidup atau track record yang pernah ditorehkan seseorang, dapat pula menentukan keprofesionalannya. Lebih dari itu, seorang pemimpin harus memiliki kemauan dan kapasitas kuat dan terukur. Bekerja setengah hati, apalagi kalau tidak dengan modal kekuatan hati, alamat akan rusak masyarakat dipimpinnya. 

Efektif Berkomunikasi

Modal penting lainnya mesti harus dimiliki seorang pemimpin adalah komunikasi efektif dan efisian. Ide, gagasan dan rencana besar melekat dalam pikiran tidak akan diketahui atau diikuti orang bila tidak dijelaskan dengan baik dan lugas.

Kekakuan berkomunikasi adalah, juga masalah besar suksesnya seorang pemimpin, sebagaimana Nabi Musa AS berdoa kepada Tuhannya, “…… Dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku.”

Menakar seberapa efektif dan baiknya pola dan sistem komunikasi seseorang, tidak dapat dilepaskan dari budaya di mana dia hidup. Poinnya, siapa pun menyatakan diri siap menjadi pemimpin, dituntut mampu menggunakan komunikasi efektif berbasis budaya hidup dalam masyarakat.

Lebih mencemaskan lagi, kalau pemimpin terpilih berasal dari agama tidak sama dengan umat yang dipimpinnya. Masyarakat diimbau memberikan dukungan kepemimpinan pada figur yang memiliki akar budaya dan agama yang sama, guna kebaikan negeri ini di masa mendatang. Komunikasi beda agama dan budaya menjadi hambatan siginifikan dalam proses menuju kemajuan.  

Dukungan Setia

Pemimpin adalah sosok tidak akan bisa berjalan dengan kehebatannya sendiri. Pemimpin pastilah dibantu orang-orang terdekat dengannya, baik dekat dalam artian struktural maupun dalam makna sosial dan personal. Pembantu-pembantu dekat adalah personal cukup besar, artinya dalam mempengaruhi kinerja pemimpin. Bagaimana pemimpin memilih orang-orang dekat dan atau pembantunya patutlah mereka belajar pada kepemimpin Nabi Musa, “… Dan jadikanlah untukku seorang pembantu dari keluargaku, (yaitu) Harun, saudaraku. Teguhkanlah dengan dia kekuatanku. Dan jadikankanlah dia sekutu dalam urusanku. Supaya kami banyak bertasbih kepada Engkau. Dan banyak mengingat Engkau.”

Orang-orang sekitar pemimpin didasarkan atas dasar hubungan kepentingan, tali darah dan tidak atas pertimbangan profesionalitas, jelaskan akan membahayakan diri pemimpin itu sendiri. Akan tetapi, itu juga tidak sepenuhnya tidak baik, malah justru membantu lebih baik jika mereka memiliki kemampuan kinerja benar-benar dapat meneguhkan visi, misi dan program kerja pemimpin tersebut. Pilihan Nabi Musa meminta Harun saudaranya menjadi pembantunya didasarkan pada kompetensi dan kekuatan agamanya, ini sangat berharga untuk diteladani pemimpin.

Bila umat mau menakar modal pemimpin, janganlah dihitung dengan jumlah uang mereka miliki. Uang atau modal material hanyalah instrumen, tidak akan bisa menyukseskan pemimpin kalau ia tidak berada di bawah kendali orang cerdas, bijak dan profesional. Modal kebesaran jiwa, profesionalitas, memiliki komunikasi efektif, dan didukung tim kompeten, serta taat asas adalah hal sangat menentukan suksesnya pemimpin. Selamat memilih pemimpin menurut acuan Sang Pencipta. (*)

Teras Padang Ekspres • Jumat, 15/03/2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar